BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Friday 2 October 2009

Garam & Telaga





Suatu ketika, hiduplah seorang tua yang bijak. Pada
suatu pagi, datanglah seorang anak muda yang sedang
dirundung banyak masalah. Langkahnya longlai dan air
muka yang pucat tak bermaya. Tamu itu, memang tampak
seperti orang yang tak bahagia. Tanpa membuang waktu,
anak muda itu menceritakan semua masalahnya. IMPIANnya
tidak tercapai. Dia gagal dalam kehidupan dan
putus harapan.

Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan teliti
dan saksama. Ia
lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya
untuk mengambil
segelas air. Ditaburkannya garam itu ke dalam gelas,
lalu kacaunya
perlahan dengan sudu.

"Cuba, minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar
Pak tua itu.

"Masin sampai pahit, pahit sekali", jawab sang tamu,
sambil meludah ke
tepi.

Pak Tua itu, sedikit tersenyum. Ia, lalu mengajak
tamunya ini, untuk
berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat
tinggalnya. Kedua
orang itu berjalan beriringan, dan akhirnya sampailah
mereka ke tepi
telaga yang tenang itu. Pak Tua itu, lalu kembali
menaburkan segenggam
garam, ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu,
dibuatnya gelombang
mengacau dan tercipta riak air, mengusik ketenangan
telaga itu.

"Cuba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah". Saat
tamu itu selesai
meneguk air itu, Pak Tua berkata lagi, "Bagaimana
rasanya?".

"Segar.", sahut tamunya.

"Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya
Pak Tua lagi.

"Tidak", jawab si anak muda.

Dengan bijak, Pak Tua itu menepuk-nepuk bahu si anak
muda. Ia lalu
mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di tepi telaga
itu.

"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah umpama
segenggam
garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit
itu adalah sama,
dan memang akan tetap sama. Tapi, kepahitan yang kita
rasakan, akan
sangat tergantung dari wadah atau tempat yang kita
miliki. Kepahitan itu,
akan di asaskan dari perasaan tempat kita meletakkan
segalanya. Itu semua
akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu
merasakan kepahitan dan
kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang boleh
kamu lakukan.
Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu
untuk menampung
setiap kepahitan itu. Luaskan wadah ukhuwahmu dengan sahabat yang baik akhlaknya supaya
kamu mempunyai
persekitaran hidup yang luas. Kamu akan banyak belajar
daripadanya"

Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasihat. "Hatimu,
adalah wadah itu.
Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat
kamu menampung
segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti
gelas, buatlah laksana
telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan
merubahnya menjadi
kesegaran dan kebahagiaan."

Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar
hari itu. Dan
Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan
"segenggam garam", untuk
anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa
keresahan jiwa."